POLRI DAN SEMANGAT MEMBERANTAS TERORISME
BY: FATKHURI, SIP, MA.
Belum lama ini tepatnya hari Sabtu pagi Tanggal 29 April 2006 Tim Datasemen Khusus 88 Anti Terror Mabes POLRI berhasil menangkap empat pelaku yang diduga terlibat dalam aksi-aski terror di beberapa daerah di
Setelah sukses melakukan penangkapan, kontroversi seputar prosedur penangkapan anggota teroris kemudian muncul. Kesukesan Polisi dalam menangkap ke empat pelaku terror tersebut tidak serta merta mendapatkan pujian dan dianggap final, melainkan sebaliknya beragam pendapat bermunculan dari segenap komponen masyarakat.
Polri dan arogansi
Melihat realitas tersebut tentu timbul keprihatinan bagi kita selaku komponen masyarakat, sudah benarkah sebetulnya apa yang lakukan Polri? Dan bagaimana seharusnya Polri memberantas terorisme yang marak di
Fakta mengatakan, Operasi yang dijalankan Polri di Wonosobo terkesan terlalu ambisius. Apa yang dilakukan Polri tidak bisa dikatakan sukses, karena dengan menembak mati orang yang diduga anggota teroris tersebut, maka akan dengan sendirinya memutus mata rantai jaringan yang lain dan hal ini akan semakin menutup kesempatan untuk bisa mnguak keberadaan aktor intelektual dibalik aksi tersebut. Dan sudah barang tentu, tindakan ini akan semakin mempersulit Polri mengungkap jaringan teroris di
Keteledoran polisi dalam mangakap 4 orang yang diduga teroris tersebut juga menunjukan bahwa polisi belum bisa professional. Tanpa bermaksud apriori terhadap tugas yang dijalankan oleh polisi karena memang apa yang di lakukan polisi layak kita dukung karena mereka inilah para penegak hukum yang harus mendapatkan respect oleh segenap kalangan dan pada sisi lain, mereka telah bersusah payah menjalankan kewajibanya dalam rangka memberantas terorisme di bumi Indonesia. Namun, kita juga harus mendengarkan beragam pendapat yang bermunculan dari masyarakat, karena kita juga tidak hidup sendiri dan yang terpenting kita juga punya persepektif lain dalam melihat permasalahan. Polisi dalam hal ini juga harus tidak bersikap arrogant dalam menangapi isu-isu yang berkembang dan tidak merasa paling benar dengan tindakan yang dilakukan.
Fakta telah membuktikan bahwa polisi telah melakukan kesalah fatal dengan menembak mati kedua orang yang masih tahap terduga. Kita tahu, siapapun punya hak hidup dan ini dijamin dalam Undang-undang. Dalam koridor hukum kita juga menganut asas praduga tak bersalah dimana kita sangat menghormati hak setiap individu untuk melakukan pembelaan atas tuduhan yang diarahkan kepadanya. Penangkapan terhadap 2 orang yang mati tersebut jelas melanggar Hak Asasi Manusia yang harus ditindak tegas. Meskipun tujuan mereka layak mendapatkan dukungan, namun menembak mati pelaku yang belum jelas-jelas dapat dibuktikan kesalahanya adalah tindakan konyol dan kesalahan besar yang harus mendapatkan sanksi.
Terkait dengan masalah ini, polisi harusnya tidak defensive dengan sikapnya, artinya mereka juga harus menganggap penting masukan- masukan dari masyarakat dan yang lebih penting lagi untuk dipertimbangkan adalah bahwa mereka harus terbuka dengan kritik. Melihat statement Kapolri, yang menyatakan bahwa kita tidak harus mempolemikan masalah penangkapan tersebut (Republika Edisi 8 Mei 2006) terkesan bahwa Polisi menganggap kelompoknya sebagai institusi yang paling benar. Kalau kenyataan seperti ini di biarkan terus menerus, bukan tidak mungkin kredebilitas polisi yang sekarang sedang mulai pulih bisa jatuh kembali.
Polri dan Profesionalisme
Sebagai institusi hukum, Polisi harus banyak melakukan evaluasi dan introspeksi atas perannya selama ini. Belum hilang dalam ingatan kita bagaimana polisi dengan represifnya melakukan banyak pelanggaran pada setiap penanganan masalah seperti pada setiap aksi-aksi yang dilakukan buruh, mahasiswa maupun komponen lainya yang tidak sedikit memakan korban. Seharusnya polisi harus banyak belajar dari pengalaman masa lalunya agar kedepan lebih bisa professional dalam mengemban amanat Negara, bukan sebaliknya selalu bersikap arrogant dan anti kririk dari pihak luar.
Kenyataan diatas semakin beralasan untuk mendesak adanya reposisi peran Polisi sebagai lembaga penegak hukum. Hanya dengan profesionalime, institusi Polri bisa menemukan jati dirinya kembali. Sebagai lembaga pengayom dan pelindung masyarakat, sudah waktunya polisi harus bersikap elegan dalam bertindak.
Terkait dengan profesionalsme, setidaknya ada 2 solusi alternative bagi Polri untuk secepatnya dijadikan prioritas dalam menjalankan tugasnya. Pertama, Arogansi polisi harus sudah mulai di hilangkan, bagaimanapun mereka butuh masukan dan kritikan membangun dari segenap komponen bangsa. Di sisi yang lain mereka juga harus sudah meninggalkan
Dengan merujuk dari ke dua point ini, diharapkan tidak akan ada lagi polemik yang timbul sebagai akibat dari kesalahan, pelanggaran maupun keteledoran dalam menjalankan tugas.