" Selamat datang di situs pribadiku. Mari dengan semangat keakraban, kecerdasan, kritis tetapi menjunjung tinggi kejujuran dalam berkomunikasi, kita kuak tabir kehidupan nyata yang terjadi dalam kehidupan kita "!

10 Agustus 2010
Menelaah program Rumah Aspirasi

Oleh: Fatkhuri, MA, MPP
(Pemerhati Politik)

Hanya dalam hitungan satu sampai dua bulan setelah usulan program dana aspirasi ditolak habis-habisan oleh publik, kini beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI) mengusulkan program Rumah Aspirasi. Pengadaan rumah aspirasi sejatinya serupa tapi tak sama dengan program dana aspirasi. Dana Aspirasi ditolak masyarakat karena dinilai hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi anggota yang ingin terpilih lagi di pemilu legislatif 2014. Meskipun dana aspirasi secara umum bertujuan untuk membantu program pembangunan di daerah, namun usulan ini disamping hanya menghambur-hamburkan uang Negara hingga mencapai 8,4 trilliun per tahun juga bisa dijadikan sebagai sarana efektif untuk memengaruhi preferensi politik masyarakat dengan cara menyuapnya secara halus agar mau memilih anggota dewan tersebut. Pengadaan Rumah Aspirasi pada dasarnya juga sama dalam rangka lebih mendekatkan anggota dewan dengan rakyat yang diwakilinya dengan memanfaatkan anggaran Negara. Berbeda dengan dana aspirasi yang keberadaanya dianggap menyalahi wewenang karena merupakan domain lembaga eksekutif, oleh beberapa anggota dewan, rumah aspirasi dianggap lebih relevan dari segi aspek legal formal karena keberadaanya untuk menjaring aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota dan program ini dinilai tidak menyalahi undang-undang mengenai kewenangan anggota dewan.


Penting dicatat bahwa gagasan pengadaan program rumah aspirasi merupakan tindak lanjut dari hasil studi banding Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI ke luar negeri baru-baru ini. Dari studi banding tersebut dihasilkan bahwa pengalaman di Negara-negara maju seperti Jerman dan Perancis juga memiliki rumah aspirasi sebagai ajang pertemuan antara wakil rakyat dan konstituen mereka. Disisi lain, yang paling penting dari usulan ini adalah bahwa rumah aspirasi dinilai sesuai dengan regulasi yang ada mengingat usulan tersebut telah diatur dalam tata tertib DPR dimana pasal 203 Tata Tertib DPR menyebutkan bahwa dalam melaksanakan representasi rakyat, anggota dalam satu daerah pemilihan (dapil) dapat membentuk rumah aspirasi. Namun demikian, tidak semua anggota dewan satu suara dalam menyikapi usulan tersebut. Untuk sementara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Hanura merupakan partai politik di DPR yang secara tegas menolak usulan tersebut. Menurut mereka, rumah aspirasi hanya akan membebani Negara dengan anggaran yang cukup besar. Dalam usul rumah aspirasi itu, setiap anggota dewan akan mendapat kucuran dana Rp 374 juta per tahun. Dana ini akan digunakan untuk sewa rumah di dapil masing-masing serta untuk kegiatan operasional seperti sekretariat dan biaya pertemuan dengan konstituen di rumah aspirasi itu. Melihat fenomena ini, pertanyaanya adalah jika rumah aspirasi efektif untuk menyerap aspirasi, apakah keberadaan rumah aspirasi betul-betul mendesak untuk dilaksanakan saat ini?
Urgensi rumah aspirasi
Sebagaimana diketahui, fungsi anggota dewan adalah sebagai penyalur aspirasi rakyat. Melalui lembaga inilah apa yang menjadi permasalahan di tingkat masyarakat (grassroots) sejatinya bisa diserap, ditampung serta dicarikan solusinya. Selama ini anggota dewan merasa kurang maksimal dalam bekerja terkait masalah ini. Oleh karena itu, pengadaan rumah aspirasi dinilai bisa menjadi solusi alternative untuk lebih meningkatkan produktifitas kerja anggota dewan. Secara lebih rinci, ada beberapa alasan mendasar mengapa rumah aspirasi dianggap urgen.
Pertama, sebagaimana disebutkan di atas bahwa usulan rumah aspirasi di latarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan anggota DPR kurang maksimal dalam bekerja. Mereka beranggapan bahwa hubungan mereka dengan konstituen yang diwakilinya kurang terjalin secara erat. Selama ini hubungan antara anggota dewan baik DPR dan DPRD dengan konstituen dianggap tidak berjalan secara efektif disebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana di daerah pemilihan sehingga berdampak pada kurang maksimalnya komunikasi yang terjalin antarkeduanya. Jika kenyataan ini dibiarkan berlarut-larut, mereka menilai keluh kesah rakyat tidak bisa diperjuangkan secara maksimal .
Kedua, rumah aspirasi menjadi gagasan strategis dalam rangka melakukan pendidikan politik terhadap warga Negara terutama konstituen yang diwakilinya. Selama ini banyak dijumpai bahwa hubungan antara anggota dewan dan konstituen hanya bersifat sepintas lalu. Anggota dewan akan aktif turun ke bawah ketika momentum pemilihan umum semakin dekat. Disinilah hubungan antarkeduanya saling terjalin. Namun demikian, relasi ini hanya sebatas take and give (saling memberi dan saling menerima) untuk kepentingan jangka pendek dan umumnya hanya bersifat material untuk tidak menyebut politik transaksional. Take and give dalam konteks ini sebatas pada perwujudan pragmatisme kepentingan oleh elit-elit politik. Jamak diketahui, dalam ajang kampanye, bagi-bagi kaos, uang serta layanan jasa oleh para caleg lebih dominan daripada pemaparan visi, misi serta program kerja para calon. Setali tiga uang, rakyat pun seakan terhipnotis dengan usaha para calon legislative untuk menggalang dukungan dengan cara jalan pintas tersebut, padahal fenomena semacam inilah yang semestinya harus dihindari. Dari kondisi inilah rumah aspirasi kemudian dinilai menjadi urgen untuk dilaksanakan disamping untuk menjaring aspirasi, juga untuk melakukan pemberdayaan politik konstituen.
Ketiga, berbelit-belitnya jalur birokrasi yang membutuhkan waktu dan proses yang panjang membuat aspirasi masyarakat terhambat. Oleh karena itu, rumah aspirasi dianggap bisa menjadi solusi tepat sebagai tempat menampung aspirasi secara lebih efisien.
Menimbang Rumah Aspirasi
Melihat fungsi rumah aspirasi, kita tidak bisa memungkiri bahwa keberadaanya tampak penting sebagai media untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat. Dengan demikian, harapanya aspirasi masyarakat bisa ditampung secara efektif dan efisien tanpa hambatan jarak, waktu, tempat dan semacamnya. Namun demikian, kita tidak bisa sekonyong-konyong harus melaksanakannya tanpa pertimbangan yang lebih matang. Ada beberapa hal yang harus menjadi bahan perhatian.
Pertama, DPR harus mempertimbangkan kembali apakah keberadaan rumah aspirasi tersebut memang efektif adanya. Jika masalahnya hanya pada terhambatnya komunikasi dengan konstituen karena tidak adanya tempat yang representatif, mengapa tidak memaksimalkan keberadaan kantor Sekretariat Partai Politik baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. Kebingungan mencari tempat pertemuan tidak bisa dijadikan alasan kuat anggota dewan untuk memuluskan rencana pengadaan rumah aspirasi tersebut. Sebab, keberadaan kantor parpol juga bisa menjadi solusi apabila mau dimanfaatkan secara maksimal.
Kedua, menilik besarnya biaya yang harus dikeluarkan Negara hingga mencapai ratusan miliar rupiah, Anggota Dewan perlu mempertimbangkan apakah rumah aspirasi agenda mendesak yang harus menjadi prioritas program kerja DPR atau tidak. Penting dicatat bahwa saat ini banyak sekali masalah-masalah lain yang mendesak dan harus dicarikan solusi secepatnya. Disisi lain, masalah tersebut juga membutuhkan anggaran yang besar dari pemerintah seperti program pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur di daerah-daerah pedesaan dan program lain seperti bagaimana menyikapi dampak kenaikan TDL yang mempunyai multiplier efek seperti kenaikan harga-harga sembako yang pada gilirannya semakin menjepit kondisi ekonomi masyarakat.
Ketiga, ada baiknya anggota dewan juga untuk memikirkan pengadaan rumah aspirasi dari uang pribadi. Hal ini penting untuk tidak membebani anggaran Negara. Apa yang dilakukan beberapa anggota dewan seperti Ramadhan Pohan dari Fraksi Partai Demokrat dan Budiman Sujatmiko dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan seharusnya menjadi contoh bagi anggota dewan yang lain. Dengan uang pribadi, mereka bisa mendirikan rumah aspirasi di dapil masing-masing. Mengapa hal ini tidak ditiru oleh anggota yang lain? Tentu fakta ini sangat ironis sebab kita tahu uang yang diterima anggota DPR per bulan lebih dari cukup untuk menganggarkan rumah aspirasi di dapil masing-masing. Jika hal ini tidak dilakukan, maka jangan salahkan publik jika kemudian mempersepsi bahwa program rumah aspirasi hanya akal-akalan anggota dewan yang ujung-ujungnya menjadi ladang untuk korupsi.
Di atas segalanya, terlepas dari efektif tidaknya rumah aspirasi, DPR perlu mempertimbangkan kembali dengan melakukan kajian secara mendalam tentang program rumah aspirasi tersebut, sehingga kinerja mereka betul-betul searah dengan apa yang menjadi kehendak publik. Dari sinilah citra DPR yang memburuk diharapkan bisa membaik kembali.


Post a Comment



    Download



    Download



    Download



    Download


      "Pembaca yang terhormat, agar selalu memperoleh informasi terbaru dari kami, silahkan ketik alamat email anda pada kotak dibawah ini, untuk informasi lainya silahkan hubungi:fatur@mail.com".

      David


      "Dear reader, for recived up to date information from Us please submit your email address below, for further information please contact: fatur@mail.com"

      Virgie


        Business, Strategy, Standard Operational Procedure www.EzBook.tk

          Marketing,Advertising,Sales, Accounting, Franchise www.EzJournal.tk

            AusAid, USAID,Sampoerna Foundation, AsiaInvest www.EzScholar.tk

            Application Letter, Phsycotest, Interview, Management Trainee

              Listening, Reading, Writing, Speaking, IELTS Prediction www.EzIELTS.tk

                GMAT Exercise, Score Prediction, MBA,USA,Business, Management www.EzGMAT.tk

                Please Contact Us: ecustomer@mail.com www.AdsbyGoogle.tk

                  TOEFL Online,Score Prediction,Preparation, Exercise www.EzTOEFL.tk




                      geovisite
                      geovisite



                        Free Blog Counter