" Selamat datang di situs pribadiku. Mari dengan semangat keakraban, kecerdasan, kritis tetapi menjunjung tinggi kejujuran dalam berkomunikasi, kita kuak tabir kehidupan nyata yang terjadi dalam kehidupan kita "!

Oleh Fatkhuri Selesai sudah gelaran pilkada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur di Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan pada 20 september 2012 lalu. Sebagai warga bangsa, kita patut mengapresiasi pesta demokrasi di DKI yang berjalan lancardan tidak ada kendala yang cukup berarti. Hal ini mementahkan berbagai macam prediksi dan kekhawatiran bahwa Pilkada DKI akan berjalan rusuh. Yang menarik, hasil penghitungan cepat (quick count) dari semua lembaga survei menunjukkan bahwa pasangan Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi dan Basuki T. Purnama yang akrab dipanggil Ahok memperoleh kemenangan dengan selisih suara cukup meyakinkan dari rivalnya kuatnya Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli (Foke-Nara). Hasil quick count LSI menunjukan Jokowi-Ahok memperoleh suara 53,68% dan Foke-Nara 46,32%, Indo Barometer, Jokowi-Ahok memperoleh 54,11%, dan Foke-Nara 45,89%. Dengan perolehan suara tersebut, Jokowi dipastikan menang dan hanya tinggal menunggu hasil perolehan penghitungan suara manual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta yang tentunya tidak akan jauh berbeda.
Pilkada DKI ini cukup menyedot perhatian publik, tidak hanya karena Jakarta merupakan episentrum perpolitikan tanah air, di mana banyak kalangan menilai Jakarta sebagai miniatur Indonesia, tetapi juga karena Pilkada DKI sarat akan kompetisi yang cukup ketat dengan kontestan sama-sama kuat. Berangkat dari realitas inilah kemudian hampir semua partai politik tidak sembarangan memilih calon-calon terbaiknya. Dalam hal ini, semua partai politik hampir dipastikan sangat hati-hati dalam menentukan siapa yang akan diusung. Pada konteks inilah, Pilkada DKI menjadi menarik, mengingat para kontestan pesta demokrasi lima tahunan ini pada akhirnya tidak hanya diikuti oleh figure-figur dari Jakarta sendiri, melainkan beberapa partai politik justru mengusung kandidat dari luar Jakarta seperti Golkar-PPP yang pada putaran pertama mengusung Alex Noordin-Nono Sampono. Alex merupakan kader Golkar provinsi Sumatera Selatan yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur, dan karena perolehan suaranya yang sangat kecil tidak bisa mengikuti kompetisi putaran kedua. Kemudian, PDIP juga tidak mau kalah dengan mengusung Jokowi, yang notabene wali kota Solo dan dianggap berhasil membawa Solo menuju perubahan. Nama yang terakhir ini cukup popular di mata warga jawa tengah karena berbagai kebijakan yang telah diambil dianggap pro-rakyat kecil seperti melokalisir pedagang kaki lima tanpa gejolak dan lain sebagainya. Terlepas dari persoalan siapa dan darimana asal para kandidat, Pilkada DKI telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi masyarakat, terutama bagi para politisi. Salah satunya adalah fenomena kemenangan Jokowi-Ahok yang notabene hanya didukung oleh dua partai politik (PDIP dan Gerindra), namun mampu menjungkirbalikan kekuatan besar koalisi partai politik yang mendukung pasangan Foke-Nara. Realitas ini menunjukkan bahwa arus besar kekuatan rakyat jauh lebih efektif dalam mendorong suksesi kepemimpinan. Rakyat yang selama ini hanya menjadi bulan-bulan partai politik, telah membuktikan diri menjadi kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh dengan memilih Jokowi-Ahok. Dalam konteks ini, rakyat tampak memegang kuasa penuh untuk menentukan siapa yang menurut penilaian mereka cakap menjadi seorang pemimpin bagi mereka. Suara Rakyat Suara Tuhan Apa yang diuraikan di atas senafas dengan mantra politik yang cukup popular dalam diskursus ilmu politik, yakni suara rakyat suara Tuhan atau dalam ungkapan Latin disebut Vox Populi Vox Dei yang berarti suara rakyat suara Tuhan. Tidak berlebihan, jika ungkapan ini bisa dijadikan basis argumentasi untuk menganalisis Pilkada DKI sebab suara rakyat suara Tuhan memberikan sinyal kepada publik bahwa rakyat memiliki kuasa penuh dalam rangka menentukan masa depan mereka melalui pemilihan pemimpin-pemimpin politik yang sesuai dengan kehendaknya. Pilkada DKI telah membuka mata publik, bahwa terlepas dari konstalasi politik yang berkembang, rakyat pada akhirnya harus memutuskan yang terbaik melalui pemilihan langsung. Rakyat telah membuktikan diri bahwa suara mereka tidak kalah dengan suara partai politik yang selama ini mengklaim diri memperjuangkannya. Secara lebih detail, relevansi suara rakyat suara Tuhan didasarkan pada dua hal. Pertama, Pilkada DKI yang dimenangkan oleh Jokowi-Ahok sejatinya merupakan bukti bahwa rakyatlah pada akhirnya yang memiliki kekuatan tak tertandingi. Jika rakyat sudah berkehendak, maka siapapun tidak bisa untuk menghadangnya. Kita tahu, proses perjalanan Jokowi-Ahok menuju kemenangan tidaklah mudah. Semua mafhum bahwa publik Jakarta belum banyak mengenal Jokowi, meskipun figur yang satu ini sudah cukup populer di Solo. Oleh karena itu, keputusan maju menjadi calon Gubernur DKI tentu bukan persoalan yang mudah, mengingat tantangan besar menghadangnya terutama bagaimana dia bisa menarik perhatian publik Jakarta sehingga mau untuk memilihnya, apalagi Jokowi dianggap orang kampungan yang hanya sukses di daerahnya sementara problem Jakarta dinilai banyak orang berbeda dengan Solo yang hanya kota kecil. Namun demikian, fakta berbicara lain, dengan kesederhanaan yang dimiliki, serta akrab dengan rakyat bawah, Jokowi mampu mengubah segalanya terutama dia semakin dikenal di mata rakyat. Dari sinilah dia merasa memiliki pintu masuk untuk bisa memenangkan pertarungan, karena hati rakyat mampu dia sentuh. Di sisi lain, Jokowi-Ahok juga juga menghadapi tantangan lain, salah satunya adalah isu sara yang acapkali digembar-gemborkan lawan politiknya. Kita tahu, Ahok berasal dari etnis Tionghoa, sehingga kehadirannya dalam pertarungan pilkada DKI cukup membuat gerah lawan politiknya. Dengan menggunakan isu ini, lawan politiknya mencoba menarik simpati masyarakat, agar memilih pemimpin yang se-agama. Namun demikian, isu sara yang menjadi senjata pasangan Foke-Nara ternyata tidak signifikan merubah preferensi politik masyarakat. Justru sebaliknya, isu yang digelindingkan ini menjadi bumerang bagi pasangan Foke-Nara. Alih-alih mendapatakan simpati publik, yang terjadi justru pasangan ini mendapat kecamanan dari masyarakat, dan secara tidak langsung pasangan ini sebetulnya telah melakukan bunuh diri politik. Publik tentu masih ingat, bagaimana sikap Nara ketika menjawab pertanyaan dari presenter dalam Debat kandidat Cagub-Cawagub di salah satu stasiun televisi swasta. Sikap Nara dengan menirukan logat etnis Cina ketika memberikan pertanyaan kepada Ahok tentu sangat tidak etis, tidak hanya karena jutaan pasang mata menyaksikan, tapi dalam konteks menghormati keberagaman suku-etnis, dan agama, sikap semacam itu sangat tidak dibernarkan meskipun dengan maksud bercanda. Hasilnya kenyataan justru berbalik arah, meskipun dihadang isu sara, pada akhirnya, rakyatlah yang menilai dan memutuskan, siapa yang layak memimpin Jakarta, dan dalam kaitan ini, pasangan Jokowi-Ahok justru banyak diuntungkan dengan mendulang banyak suara. Kedua, fenomena suara rakyat suara Tuhan bisa ditelisik dari fenomena kemenangan Jokowi-Ahok yang secara formal hanya didukung oleh dua partai politik yakni PDIP dan Gerindra. Sepintas lalu, mengalahkan Foke ibarat semut melawan Gajah yang besar. Tidak diragukan lagi bahwa lawan politik Jokowi bukanlah orang sembarangan. Foke memiliki modal sosial yang cukup baik untuk kembali maju menjadi Gubernur. Di Jakarta, Foke sudah dikenal publik luas dan memiliki jaringan yang sangat kuat. Di samping dia merupakan putra daerah, Foke memiliki segudang pengalaman di dunia birokrasi, sehingga baginya tentu bukanlah hal yang sulit untuk kembali maju. Demikian halnya, Foke juga memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, serta kekuatan finansial yang tidak diragukan lagi, dan inilah modal sosial Foke yang tidak bisa dibilang kecil. Di sisi lain, Foke yang notabene sebagai calon incumbent, didukung oleh banyak partai politik seperti partai Demokrat, Golkar, PPP, PKS, PKB, dan Hanura. Dari semua sisi, bisa dikatakan Foke memiliki segalanya, dan faktor-faktor inilah yang kemudian membuat Foke dan pendukungnya optimis bisa memenangkan kompetisi, dan secara matematis, sulit kiranya memprediksi jika Jokowi akan memenangkan pertarungan. Namun demikian, fakta berbicara lain, pasangan Jokowi-Ahok justru memenangkan pertandingan dengan perolehan suara cukup meyakinkan, di sinilah lagi-lagi rakyat menjadi benteng terakhir kemenangan Jokowi-Ahok manakala modal sosial pasangan ini kecil dan tidak lagi bisa menandingi lawan politiknya, rakyat justru berada dibelakangnya dengan memberikan support penuh dan garansi kemenangannya. Warning bagi partai politik Pilkada DKI telah menunjukkan kepada publik, tidak hanya rakyat yang memiliki kekuatan besar, tetapi juga masa depan partai politik semakin mengkhawatirkan. Parpol yang selama ini seakan-akan menjadi dewa politik yang bisa memutuskan segala hal sesuai dengan kepentingan mereka, kemudian harus terbelalak melihat fenomena kemenangan Jokowi. Di atas kertas, Jokowi didukung PDIP-Gerindra, namun demikian, peran kedua partai ini sebetulnya tidak begitu siginifikan, sebab faktor figur pribadi Jokowi yang dielu-elukan masyarakatlah yang sangat menentukan. Pembawaan Jokowi yang santun dan sederhana, diakui atau tidak telah mampu menyihir mata publik untuk bisa memilihnya, dan pada saatnya yang sama mengalihkan perhatian masyarakat yang pada awalnya memilihi Foke-Nara. Dengan kemenangan Jokowi-Ahok, setidaknya semua partai politik harus melakukan dua agenda besar. Pertama, partai politik harus secepatnya melakukan konsolidasi internal guna menjaga keberlangsungan partai pada pemilu 2014 dan seterusnya. Fenomena Pilkada DKI harus menjadi bahan evaluasi bahwa tidak selamanya keputusan partai akan diikuti oleh konstituen mereka. Jika hal ini hanya dianggap angin lalu, maka bukan tidak mungkin, partai politik akan semakin ditinggalkan rakyat. Bagaimana pun, partai membutuhkan trust (kepercayaan) masyarakat karena dari sinilah mereka bisa survive. Kedua, partai politik harus secara serius merawat konstituennya, dan umumnya masyarakat dengan tidak lagi banyak membohonginya dengan obral janji. Partai politik harus bisa menunjukan bahwa mereka masih terlalu seksi untuk ditinggalkan rakyat, dengan memberikan segala apa yang pernah dijanjikannya. Partai politik harus mulai merubah paradigma berfikir, yang semula menjadikan rakyat sebagai Cinlok (cinta lokasi), mulai saat ini harus menjadikannya sebagai kekasih abadi. Kekasih abadi artinya rakyat setiap saat harus diperhatikan dan disayangi, jangan hanya dijadikan obyek cinlok (cinta lokasi) yang hanya diperhatikan ketika pemilu tiba. Ketiga, partai politik harus melakukan seleksi secara ketat terhadap kader-kadernya sehingga popularitas partai politik tidak terciderai. Dengan banyaknya kasus yang menimpa partai politik baik korupsi, narkoba, dan semacamnya, maka rakyat semakin tidak percaya dan apatis melihat partai politik. Seleksi secara ketat terhadap kader partai merupakan cara jitu bagaimana mengembalikan citra partai yang terlanjur rusak di mata rakyat. Dengan dengan demikian, partai politik bisa meminimalisir kesalahan seperti yang sudah terjadi pada masa sebelumnya, dan pada gilirannya kepercayaan masyarakat bisa bersemi kembali. Semoga partai politik bisa melakukannya.

Get Follow Me Buttons


Post a Comment



    Download



    Download



    Download



    Download


      "Pembaca yang terhormat, agar selalu memperoleh informasi terbaru dari kami, silahkan ketik alamat email anda pada kotak dibawah ini, untuk informasi lainya silahkan hubungi:fatur@mail.com".

      David


      "Dear reader, for recived up to date information from Us please submit your email address below, for further information please contact: fatur@mail.com"

      Virgie


        Business, Strategy, Standard Operational Procedure www.EzBook.tk

          Marketing,Advertising,Sales, Accounting, Franchise www.EzJournal.tk

            AusAid, USAID,Sampoerna Foundation, AsiaInvest www.EzScholar.tk

            Application Letter, Phsycotest, Interview, Management Trainee

              Listening, Reading, Writing, Speaking, IELTS Prediction www.EzIELTS.tk

                GMAT Exercise, Score Prediction, MBA,USA,Business, Management www.EzGMAT.tk

                Please Contact Us: ecustomer@mail.com www.AdsbyGoogle.tk

                  TOEFL Online,Score Prediction,Preparation, Exercise www.EzTOEFL.tk




                      geovisite
                      geovisite



                        Free Blog Counter